Cerita Pengungsi Banjir Dayeuhkolot, Kedinginan-Andalkan Mi Instan
Banjir kembali melanda wilayah Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, menyebabkan ratusan warga harus mengungsi ke gedung pengungsian. Dengan kondisi rumah yang masih terendam air, para pengungsi harus bertahan dengan fasilitas seadanya sembari berharap banjir segera surut agar mereka bisa kembali ke rumah masing-masing.
Kondisi di Pengungsian
Pada Senin (10/3/2025), ratusan warga terlihat mengungsi ke gedung yang berada di belakang kantor Desa Dayeuhkolot. Mereka tidur beralaskan matras dan karpet seadanya karena keterbatasan fasilitas di tempat pengungsian.
Banjir yang merendam wilayah ini masih cukup tinggi, terutama di Kampung Bojongasih. Genangan air menyebabkan aktivitas warga terhambat, termasuk dalam menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan. Menurut pantauan di lokasi, beberapa warga tampak hanya bisa berdiam diri di pengungsian sambil menunggu air di rumah mereka surut.
Menurut informasi yang dihimpun, setidaknya 112 jiwa dari 38 kepala keluarga (KK) mengungsi sejak Jumat (7/3/2025). Mayoritas warga berasal dari daerah yang berbatasan langsung dengan Sungai Citarum, yang meluap akibat curah hujan tinggi dalam beberapa hari terakhir.
Cerita Pengungsi Banjir Dayeuhkolot, Kedinginan-Andalkan Mi Instan
Salah satu pengungsi, Imas Dewi (41), menceritakan bahwa rumahnya yang terletak dekat dengan Sungai Citarum terendam hingga setinggi dua meter. Awalnya, ia dan keluarganya berusaha bertahan di lantai dua rumah mereka, tetapi karena air terus naik, mereka akhirnya memutuskan untuk mengungsi.
“Tadinya ada tempat di lantai dua. Cuma berhubung airnya naik ke lantai dua juga, iya jadi aja ngungsi,” ujar Imas kepada wartawan, Senin (10/3/2025).
Imas menambahkan bahwa mereka awalnya masih ingin bertahan, tetapi keselamatan keluarga lebih diutamakan. “Jadi kami ke pengungsian karena pengen menyelamatkan keluarga aja. Jadi keluarga bisa ada tempat buat tidur,” katanya.
Selama di pengungsian, Imas mengakui bahwa situasi jauh berbeda dibandingkan tinggal di rumah sendiri. Ia harus berbagi tempat dengan banyak orang, yang membuat kenyamanan berkurang.
“Beda lah kalau di rumah mah sama keluarga adem kalau berbuka, makan, atau apa lah. Kalau di sini mah jamak lah dengan banyak orang, perasaan nggak nyaman juga, tapi gimana lagi yah namanya juga mengungsi, nggak ada nyamannya sama sekali. Tapi alhamdulillah sejauh ini mah yang penting bisa tidur, bisa istirahat, walaupun banyak gangguan orang,” jelasnya.
Kesulitan Menjalani Puasa di Pengungsian
Bulan Ramadan yang seharusnya menjadi momen beribadah dengan nyaman justru menjadi tantangan bagi para pengungsi. Mereka harus menghadapi keterbatasan makanan, minimnya fasilitas, serta kondisi cuaca yang dingin.
Imas mengungkapkan bahwa meskipun sulit, ia dan keluarganya masih bisa menjalani puasa. “Alhamdulillah sulit sih enggak. Soalnya suami saya pulang, bisa masak nasi dulu, terus bawa ke sini ke pengungsian. Kalau lauk pauknya alhamdulillah ada, walau seadanya. Menu-menunya yang praktisnya aja, paling sama mi instan aja. Kadang ada sumbangan makanan apa,” bebernya.
Selain keterbatasan makanan, kondisi udara dingin juga menjadi tantangan lain. Imas mengaku kurang nyaman karena pintu pengungsian sering terbuka dan banyak orang yang keluar-masuk.
“Iya merasa dingin. Kan pintu terbuka, bergantian orang masuk. Harapannya pengen cepet pulang lah. Da siapa yang mau di sini lama-lama, pengennya mah cepet pulang lah,” ucapnya.
Upaya Pemerintah dalam Penanganan Banjir
Banjir di Dayeuhkolot bukanlah kejadian baru. Setiap musim hujan, wilayah ini selalu menjadi salah satu titik rawan banjir di Kabupaten Bandung. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari intensitas curah hujan yang tinggi, meluapnya Sungai Citarum, hingga pendangkalan sungai yang membuat air sulit mengalir dengan lancar.
Sejauh ini, pemerintah setempat telah menyiapkan beberapa tempat pengungsian dan menyalurkan bantuan makanan bagi warga yang terdampak. Namun, banyak warga yang berharap agar penanganan banjir dilakukan secara lebih menyeluruh dan jangka panjang.
Imas, seperti banyak warga lainnya, berharap pemerintah dapat melakukan normalisasi Sungai Citarum secara lebih maksimal. “Keinginan saya mah jangan banjir lagi lah kepada pemerintah. Jadi Sungai Citarum itu jangan dikeruk pinggirnya aja, kalau bisa mah yang dalamnya dikeruk, itu kan sudah dangkal,” harapnya.
Penyebab Banjir di Dayeuhkolot
Banjir di Dayeuhkolot dan sekitarnya disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:
- Pendangkalan Sungai Citarum – Sedimentasi dan sampah yang menumpuk menyebabkan kapasitas sungai berkurang sehingga air meluap ke permukiman warga.
- Curah Hujan Tinggi – Dalam beberapa hari terakhir, hujan deras mengguyur wilayah Bandung dan sekitarnya, meningkatkan debit air sungai.
- Minimnya Drainase – Sistem drainase yang kurang baik di beberapa titik memperparah genangan air saat hujan turun.
- Tingginya Laju Urbanisasi – Perkembangan pemukiman di daerah yang seharusnya menjadi resapan air menyebabkan air tidak dapat mengalir dengan baik.
Dampak Sosial dan Ekonomi dari Banjir
BACA JUGA:Jalan Kota Serang Banjir, Pemprov Banten Akan Normalisasi Sungai Cibanten
Banjir yang terjadi setiap tahun tidak hanya menimbulkan kerugian material bagi warga tetapi juga berdampak sosial dan ekonomi yang cukup besar. Beberapa dampaknya antara lain:
- Gangguan Aktivitas Masyarakat – Sekolah, tempat kerja, dan aktivitas sehari-hari terhenti akibat banjir.
- Kerugian Ekonomi – Banyak warga yang kehilangan sumber penghasilan sementara karena tidak dapat bekerja atau kehilangan barang berharga akibat banjir.
- Risiko Kesehatan – Kondisi lingkungan yang lembap dan kotor meningkatkan risiko penyakit seperti diare, demam berdarah, dan infeksi kulit.
Harapan Warga untuk Masa Depan
Banyak warga Dayeuhkolot berharap agar solusi jangka panjang bisa segera diterapkan untuk mencegah banjir terulang kembali. Beberapa harapan mereka antara lain:
- Normalisasi Sungai Citarum – Pengerukan sungai yang lebih dalam dan menyeluruh agar air bisa mengalir dengan lancar.
- Pembangunan Infrastruktur Drainase yang Baik – Pembuatan saluran air yang lebih efektif untuk mengurangi genangan saat hujan deras.
- Pengelolaan Sampah yang Lebih Baik – Mengedukasi masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai guna mengurangi penyumbatan aliran air.
- Penyediaan Pengungsian yang Lebih Layak – Fasilitas pengungsian yang lebih nyaman, terutama saat banjir terjadi di bulan Ramadan seperti tahun ini.
Kesimpulan
Banjir di Dayeuhkolot kembali membawa dampak besar bagi ratusan warga yang harus mengungsi. Meski mereka tetap bertahan dan beradaptasi dengan kondisi yang ada, harapan terbesar mereka adalah agar pemerintah dapat segera melakukan langkah-langkah strategis untuk mencegah banjir di masa mendatang.
Bagi warga yang terdampak, bulan Ramadan tahun ini menjadi ujian kesabaran dan ketahanan. Namun, mereka tetap berusaha menjalani ibadah dengan penuh keikhlasan meskipun dalam keterbatasan. Semoga solusi terbaik dapat segera ditemukan agar bencana ini tidak terus berulang di tahun-tahun berikutnya.