BBWS Citarum Beri Ultimatum Haji Endang: Kalau Diabaikan, Kita Bakal Bongkar Paksa Jembatan

BBWS Citarum Beri Ultimatum Haji Endang: Kalau Diabaikan, Kita Bakal Bongkar Paksa Jembatan

Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum melayangkan ultimatum tegas kepada Haji Endang, seorang tokoh masyarakat sekaligus pemilik lahan yang diketahui membangun jembatan secara ilegal di atas aliran sungai. Jembatan tersebut diduga berdiri tanpa izin resmi dari otoritas pengelola sungai dan dinilai mengganggu fungsi pengendalian banjir serta keselamatan aliran sungai Citarum.

Pihak BBWS Citarum menyatakan bahwa jika Haji Endang tidak segera melakukan pembongkaran secara mandiri, maka tindakan pembongkaran secara paksa akan dilakukan oleh aparat, sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

BBWS Citarum Beri Ultimatum Haji Endang: Kalau Diabaikan, Kita Bakal Bongkar Paksa Jembatan
BBWS Citarum Beri Ultimatum Haji Endang: Kalau Diabaikan, Kita Bakal Bongkar Paksa Jembatan

BBWS Citarum Beri Ultimatum Haji Endang: Kalau Diabaikan, Kita Bakal Bongkar Paksa Jembatan

Jembatan yang menjadi polemik ini dibangun melintasi salah satu anak Sungai Citarum, tepatnya di wilayah Kabupaten Bandung. Struktur jembatan yang terbuat dari beton dan baja ringan tersebut digunakan untuk akses kendaraan menuju kompleks pribadi milik Haji Endang. Namun, pembangunan ini dilakukan tanpa prosedur legal dan izin dari instansi terkait, terutama BBWS Citarum sebagai pengelola wilayah sungai nasional.

Kepala BBWS Citarum, Ir. M. Gunawan, menyebut bahwa tindakan ini merupakan pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Ia menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan beberapa kali pendekatan secara persuasif namun belum mendapat respons positif.

“Sudah kami tegur secara tertulis dan lisan. Tapi hingga kini, tidak ada langkah pembongkaran dari pihak pemilik. Maka jika ini tetap diabaikan, kami akan melakukan tindakan tegas,” ujar Gunawan dalam konferensi pers, Senin (5/5/2025).


Risiko Banjir dan Kerusakan Ekosistem Sungai

Selain pelanggaran administratif, keberadaan jembatan ilegal tersebut disebut berpotensi menimbulkan gangguan ekologis yang signifikan. BBWS menegaskan bahwa bangunan melintang di atas sungai dapat menyebabkan penyumbatan aliran air, terlebih saat musim hujan, yang pada akhirnya meningkatkan risiko banjir di hilir.

Sungai Citarum dikenal sebagai sungai strategis yang menjadi sumber air bagi jutaan warga di Jawa Barat, termasuk untuk kebutuhan pertanian, industri, dan rumah tangga. Adanya konstruksi tanpa kajian teknis dinilai sangat membahayakan keselamatan umum.

Ahli hidrologi dari ITB, Prof. Dr. Endang Sumarna, turut mendukung tindakan BBWS. Ia mengatakan:

“Setiap intervensi terhadap badan sungai harus melalui kajian hidrologi yang ketat. Tanpa itu, kita hanya menunggu bencana datang.”


Respons dari Haji Endang

Menanggapi ultimatum tersebut, Haji Endang menyatakan bahwa jembatan dibangun dengan tujuan sosial, yaitu untuk memudahkan akses warga sekitar dan keluarga besar yang sering berkegiatan di lahan tersebut. Ia mengklaim bahwa sebelumnya sudah meminta izin secara informal kepada tokoh-tokoh desa dan tidak bermaksud melanggar aturan.

Namun demikian, hingga berita ini diturunkan, belum ada tindakan nyata dari pihak Haji Endang untuk membongkar jembatan atau mengurus izin legal. Pernyataan dari kuasa hukum Haji Endang menyebut bahwa mereka masih mempelajari aspek hukum terkait surat teguran BBWS.


Prosedur Hukum yang Akan Ditempuh BBWS

BBWS Citarum memiliki wewenang berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air untuk mengambil langkah pembongkaran paksa terhadap bangunan ilegal yang mengganggu fungsi sungai. Dalam kasus ini, jika tidak ada tindakan dari pemilik dalam kurun waktu 14 hari sejak surat peringatan terakhir, maka BBWS berhak bekerja sama dengan Satpol PP dan aparat kepolisian untuk melakukan eksekusi.

Pihak BBWS menyebut bahwa proses tersebut juga akan melibatkan dokumentasi lengkap agar tidak terjadi konflik di kemudian hari. Biaya pembongkaran bahkan bisa dibebankan kepada pemilik bangunan yang melanggar.


Dukungan Masyarakat dan Aktivis Lingkungan

Sejumlah warga dan aktivis lingkungan di Bandung memberikan dukungan terhadap tindakan BBWS. Mereka menilai bahwa penertiban semacam ini sudah seharusnya dilakukan secara konsisten, mengingat banyaknya bangunan liar yang berdiri di sempadan sungai, yang menjadi penyebab utama penyempitan dan pencemaran air.

Aliansi Peduli Sungai (APS) menyebut bahwa jembatan semacam ini hanya memperburuk kondisi Sungai Citarum yang selama ini sudah masuk daftar sungai paling tercemar di dunia.

“Langkah BBWS sudah tepat. Jangan sampai karena status sosial seseorang, hukum menjadi tumpul,” tegas Ketua APS, Nina Handayani.

Baca juga:Akhirnya Majalaya Punya Hotel, Bisa Lihat Gunung dari Tempat Tidur


Dampak Sosial dan Jalan Tengah

Meski demikian, tidak dapat dimungkiri bahwa pembongkaran infrastruktur yang sudah digunakan masyarakat dapat menimbulkan gejolak sosial.

Beberapa warga yang terbiasa menggunakan jembatan tersebut sebagai jalur pintas menyatakan keberatan jika akses itu dihilangkan.

Pemerintah daerah diminta turut hadir mencari solusi jalan tengah. Salah satunya adalah dengan membangun jembatan

resmi yang sesuai prosedur dan memiliki izin teknis. Dengan demikian, kebutuhan akses warga tetap terpenuhi tanpa mengorbankan keselamatan lingkungan.


Edukasi dan Penertiban Jangka Panjang

Kasus ini menjadi contoh penting bagi pemerintah untuk memperkuat edukasi kepada masyarakat mengenai tata kelola sungai.

Banyak pemilik lahan masih belum memahami bahwa semua pembangunan di sempadan sungai memerlukan izin dan kajian dampak.

Ke depan, BBWS Citarum berencana meningkatkan patroli sungai dan memperkuat sistem pelaporan warga agar pelanggaran serupa bisa lebih cepat terdeteksi.

Penegakan hukum akan diiringi dengan pembinaan dan kampanye edukatif agar kesadaran publik semakin meningkat.


Penegakan Aturan Jadi Ujian Pemerintah

Dalam konteks yang lebih luas, tindakan BBWS ini menjadi ujian nyata bagi komitmen pemerintah dalam menegakkan aturan tata ruang dan lingkungan hidup.

Jika pembiaran terus terjadi, maka masyarakat akan menganggap bahwa hukum bisa ditawar.

Sebaliknya, jika tindakan pembongkaran dilakukan dengan prosedur yang benar dan tetap memperhatikan hak-hak warga

maka akan menjadi preseden positif bagi pengelolaan sumber daya air di seluruh Indonesia.


Kesimpulan

Kasus jembatan ilegal milik Haji Endang di atas aliran Sungai Citarum bukan sekadar persoalan infrastruktur, tetapi

menyangkut ketaatan terhadap hukum, perlindungan lingkungan, dan tanggung jawab sosial.

Ultimatum BBWS Citarum adalah langkah tegas yang harus didukung demi menyelamatkan fungsi sungai sebagai urat nadi kehidupan masyarakat.

Jika pembiaran terus terjadi, bencana hanya tinggal menunggu waktu.

Maka dari itu, semua pihak—baik pemerintah, tokoh masyarakat, maupun warga—harus bergandengan tangan menjaga aliran sungai tetap bersih, aman, dan legal.

By Admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *