Hakim Anggota Heru Hanindyo Pembebas Ronald Tannur Divonis 10 Tahun Penjara

Dunia peradilan Indonesia kembali diguncang oleh vonis mengejutkan terhadap salah satu pejabat yudisialnya.

Heru Hanindyo, hakim anggota yang sebelumnya dikenal publik karena menjadi bagian dari majelis hakim

yang memutus bebas Ronald Tannur dalam kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian

kini dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Vonis ini menandai salah satu episode terkelam dalam sejarah kehakiman Indonesia, di mana integritas seorang

hakim yang seharusnya menjunjung tinggi keadilan, justru tercoreng akibat pelanggaran etik dan hukum yang serius.

Hakim Anggota Heru Hanindyo Pembebas Ronald Tannur Divonis 10 Tahun Penjara
Hakim Anggota Heru Hanindyo Pembebas Ronald Tannur Divonis 10 Tahun Penjara

Latar Belakang: Sosok Heru Hanindyo dan Kasus Ronald Tannur

Heru Hanindyo merupakan seorang hakim karier yang telah malang melintang di sejumlah pengadilan negeri.

Namanya mencuat ke publik saat menjadi bagian dari majelis hakim yang membebaskan Ronald Tannur

 terdakwa dalam kasus penganiayaan yang menewaskan Dini Nurdiani, seorang perempuan muda yang diduga menjadi korban kekerasan dalam hubungan.

Keputusan pembebasan Ronald oleh majelis hakim—di mana Heru Hanindyo menjadi salah satu anggotanya—menuai kontroversi luas.

Banyak pihak, termasuk aktivis hak perempuan, organisasi masyarakat sipil, dan tokoh hukum

menilai putusan tersebut tidak mencerminkan rasa keadilan bagi korban maupun keluarga.

Di tengah badai kritik tersebut, muncul dugaan bahwa proses persidangan tidak berjalan secara independen.

Investigasi lebih lanjut dari Komisi Yudisial dan KPK akhirnya membuka tabir adanya permainan di balik layar dalam kasus pembebasan tersebut.


Proses Hukum dan Penetapan Tersangka

Setelah melakukan pemeriksaan intensif selama beberapa bulan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

menetapkan Heru Hanindyo sebagai tersangka dalam kasus suap terkait pengurusan perkara.

Dalam konstruksi perkara, Heru diduga menerima uang dengan total Rp 1,5 miliar dari pihak keluarga terdakwa melalui perantara tertentu agar memberikan keputusan bebas.

KPK juga menyita sejumlah barang bukti seperti transfer dana, catatan komunikasi elektronik, dan rekaman

CCTV yang memperkuat dugaan keterlibatan Heru dalam memengaruhi putusan pengadilan.

Heru sempat membantah tuduhan tersebut dalam berbagai kesempatan.

Namun, berdasarkan keterangan saksi, termasuk panitera pengganti dan staf pengadilan, serta hasil audit forensik, keterlibatan

Heru terbukti cukup signifikan dalam menyusun narasi pembebasan Ronald Tannur.


Jalannya Persidangan

Persidangan Heru Hanindyo digelar secara terbuka di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dan mendapat perhatian luas dari publik. Dalam sidang pembacaan tuntutan, Jaksa Penuntut Umum dari KPK menuntut Heru dengan pidana 12 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan, serta pencabutan hak menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah menjalani masa pidana pokok.

Dalam tuntutannya, jaksa menyebut bahwa tindakan Heru sebagai pengkhianatan terhadap integritas lembaga peradilan. Ia dianggap secara sadar dan sistematis memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri dengan mengorbankan proses hukum dan hak-hak korban.

Heru yang didampingi tim kuasa hukum tetap membantah adanya permufakatan jahat, dan menyatakan bahwa keputusan pembebasan terhadap Ronald adalah berdasarkan pertimbangan hukum yang sah. Namun majelis hakim tidak sependapat.


Vonis Majelis Hakim: 10 Tahun Penjara

Pada sidang putusan yang digelar pada Selasa, 7 Mei 2025, majelis hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepada terdakwa Heru Hanindyo. Selain itu, ia juga dikenai denda sebesar Rp 400 juta, subsider 4 bulan kurungan, dan pencabutan hak untuk menjadi hakim atau pejabat publik selama 5 tahun sejak menjalani masa pidana.

Dalam amar putusannya, hakim menyatakan bahwa Heru secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf c Undang-Undang Tipikor. Hal yang memberatkan adalah posisi Heru sebagai pejabat yudisial, pelanggaran etik berat, dan dampak terhadap kredibilitas lembaga peradilan.

Sementara itu, hal yang meringankan adalah bahwa Heru belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, dan menyatakan penyesalan di akhir persidangan.


Reaksi Publik dan Komunitas Hukum

Putusan ini disambut lega oleh sebagian besar masyarakat dan pengamat hukum. Banyak yang menganggap bahwa vonis ini merupakan bukti bahwa penegakan hukum di Indonesia mulai menyasar kalangan elite dan tidak pandang bulu.

Ketua Komisi Yudisial dalam pernyataan resminya menyebut bahwa kejadian ini adalah peringatan keras bagi hakim-hakim lain agar menjaga integritas dalam memutus perkara. Ia menambahkan bahwa kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan hanya bisa dibangun melalui keteladanan dan akuntabilitas.

Sementara itu, keluarga korban Dini Nurdiani menyatakan rasa keadilan mereka sedikit terobati setelah melihat proses hukum terhadap hakim yang dinilai telah gagal memberikan keadilan bagi anak mereka.


Imbas pada Perkara Ronald Tannur

Pasca vonis terhadap Heru Hanindyo, tim advokasi keluarga korban kembali mengajukan permintaan peninjauan kembali (PK) terhadap putusan bebas Ronald Tannur.

Mereka menilai bahwa keputusan bebas tersebut sudah kehilangan legitimasi karena salah satu hakimnya telah terbukti menerima suap.

Mahkamah Agung menyatakan akan mempertimbangkan permintaan tersebut dan menegaskan bahwa proses hukum terhadap terdakwa Ronald Tannur masih dapat dibuka kembali jika ditemukan novum atau kondisi luar biasa yang mendasari permohonan PK.

Baca juga:Prabowo Hadiri Halal Bihalal Purnawirawan TNI, Langsung Duduk di Samping Try Sutrisno


Penutup: Integritas Peradilan Harus Jadi Prioritas

Kasus yang menimpa hakim Heru Hanindyo menjadi pelajaran penting bagi sistem hukum Indonesia.

Hakim adalah pilar utama dalam menciptakan keadilan, dan ketika integritas seorang hakim dirusak oleh suap atau tekanan eksternal, maka kepercayaan publik terhadap hukum akan runtuh.

Putusan 10 tahun penjara terhadap Heru adalah sinyal bahwa lembaga penegak hukum mulai berani menindak kalangan internal yang menyalahgunakan kewenangan.

Namun, ke depan, perlu ada upaya sistematis untuk memperkuat pengawasan, meningkatkan kesejahteraan hakim, serta menanamkan nilai-nilai etika sejak dini dalam pendidikan hukum.

Keadilan sejati hanya akan terwujud jika para pelaksana hukum menjunjung tinggi integritas, kejujuran, dan keberanian moral dalam menghadapi setiap perkara.

By Admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *