Investigasi Kebakaran Smelter Freeport Tuntas, Ini Hasilnya
Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyelesaikan investigasi terhadap insiden kebakaran yang terjadi di unit smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) yang berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) Gresik, Jawa Timur. Hasil investigasi menyimpulkan bahwa kebakaran tersebut tergolong sebagai force majeure atau kondisi kahar, sehingga tidak terdapat unsur kesengajaan dalam kejadian ini.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyatakan bahwa hasil investigasi membuktikan bahwa kebakaran smelter Freeport terjadi di luar kendali dan tidak disengaja.
“Investigasinya sepertinya sudah selesai. Hasilnya kahar. Nggak ada unsur kesengajaan. Kalau misalnya sengaja, asuransi dia nggak cair. Itu kan diasuransikan ya,” kata Tri Winarno di Gedung Kementerian ESDM, Senin (17/2/2025).
Namun, meskipun telah ditetapkan sebagai kondisi kahar, pemerintah hingga kini belum memutuskan apakah Freeport dapat kembali melakukan ekspor konsentrat tembaga.
Dampak Investigasi terhadap Izin Ekspor Freeport
Seperti diketahui, izin ekspor konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia telah berakhir sejak 31 Desember 2024.
Dengan adanya hasil investigasi kebakaran ini, relaksasi izin ekspor konsentrat bisa menjadi opsi yang diberikan oleh pemerintah.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, menyatakan bahwa keputusan mengenai relaksasi izin ekspor akan mempertimbangkan beberapa faktor utama, termasuk kategori force majeure dalam kasus ini.
“Kita melihat yang pertama ini ada kondisi kahar nggak? Itu kan kondisi kahar itu harus ditetapkan oleh lembaga yang berwenang. Misalnya ini kecelakaan itu apakah ini dari pihak kepolisian itu menetapkan bahwa ini tidak ada kesengajaan atau ini dampak-dampak yang lain,” kata Yuliot Tanjung.
Selain itu, pemerintah juga mengevaluasi dampak penghentian ekspor konsentrat terhadap kegiatan pertambangan Freeport, penerimaan negara, dan ekonomi daerah. Menurut Yuliot, keputusan relaksasi ekspor akan melalui koordinasi antara Kementerian ESDM dan Kementerian Perdagangan.
“Jadi Kementerian Perekonomian sudah mengkoordinasikan, menugaskan Kementerian ESDM sama Kementerian Perdagangan untuk bagaimana melihat kondisi ini dalam rangka dimungkinkan adanya pemberian proses ekspor dari konsentrat yang sudah disiapkan oleh PT Freeport Indonesia,” jelasnya.
Operasional Smelter Freeport Masih Terhenti
Saat ini, PT Freeport Indonesia telah menghentikan sementara seluruh operasional produksi katoda tembaga di smelter KEK Gresik akibat kebakaran. Insiden ini terjadi pada 14 Oktober 2024, tepatnya di fasilitas gas cleaning plant di smelter kedua Freeport.
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia (PTFI), Tony Wenas, menyatakan bahwa proses produksi masih terhenti sepenuhnya.
“Masih full berhenti. Kalau lagi perbaikan kan nggak mungkin produksi. Karena itu kan Capture CO2,” ujar Tony Wenas di Kantor Kemenko Perekonomian, Jumat (3/1/2025).
Gas cleaning plant sendiri merupakan unit penting dalam smelter yang berfungsi untuk membersihkan gas CO2 dari proses pembakaran konsentrat, yang kemudian dapat dikonversi menjadi asam sulfat. Produk ini memiliki nilai tambah bagi industri pupuk dan pabrik High Pressure Acid Leaching (HPAL) nikel.
Akibat kebakaran ini, smelter Freeport diperkirakan baru bisa kembali beroperasi dalam 6 bulan. Sebelumnya, target operasional penuh smelter ini ditetapkan pada Desember 2024, namun kini harus mengalami penundaan.
Investasi Besar dalam Proyek Smelter Freeport
Proyek smelter PT Freeport Indonesia di KEK Gresik merupakan investasi besar yang telah menyerap dana hingga Rp 58 triliun atau sekitar USD 3,67 miliar. Proyek ini merupakan bagian dari komitmen Freeport dalam menjalankan kewajibannya sesuai Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diterbitkan sejak tahun 2018.
Smelter ini memiliki kapasitas produksi 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun, dengan produksi katoda tembaga mencapai 600.000-700.000 ton per tahun. Bersama dengan smelter PT Smelting Gresik, total kapasitas pemurnian konsentrat Freeport di Indonesia mencapai 3 juta ton per tahun, menghasilkan 1 juta ton katoda tembaga, 50 ton emas, dan 200 ton perak.
BACA JUGA :Penyebab Kebakaran di Panin Bank Diduga akibat Aktivitas Pengelasan
Masa Depan Smelter Freeport dan Industri Tembaga di Indonesia
Dengan adanya kebakaran ini, industri tambang dan pemurnian tembaga di Indonesia menghadapi tantangan besar. Beberapa faktor yang akan memengaruhi masa depan operasional Freeport dan industri tembaga nasional antara lain:
- Keputusan Pemerintah soal Relaksasi Ekspor
- Jika izin ekspor kembali diberikan, Freeport dapat melanjutkan produksi meskipun smelternya masih dalam perbaikan.
- Jika tidak diberikan, Freeport harus mencari alternatif lain untuk mengatasi dampak finansial dari terhentinya produksi.
- Upaya Percepatan Perbaikan Smelter
- Proses rekonstruksi smelter harus dilakukan dengan cepat agar tidak berdampak lebih lama terhadap produksi dan ekonomi daerah.
- Freeport juga harus memastikan bahwa insiden serupa tidak terulang dengan meningkatkan keamanan operasional.
- Dampak terhadap Rantai Pasok dan Industri Terkait
- Produksi tembaga sangat penting bagi berbagai industri, termasuk manufaktur, elektronik, dan industri energi.
- Penurunan produksi tembaga dalam negeri dapat berdampak pada harga dan pasokan bahan baku industri.
- Komitmen Freeport terhadap Investasi di Indonesia
- Insiden ini menjadi ujian bagi Freeport dalam memenuhi komitmennya terhadap Indonesia.
- Pemerintah dan Freeport perlu mencari solusi bersama untuk memastikan proyek smelter tetap berjalan.
Langkah Selanjutnya Setelah Investigasi Tuntas
Investigasi kebakaran smelter Freeport di KEK Gresik telah menyimpulkan bahwa kejadian tersebut merupakan force majeure atau kondisi kahar, sehingga tidak ada unsur kesengajaan. Meskipun demikian, pemerintah belum memutuskan apakah relaksasi izin ekspor akan diberikan untuk membantu Freeport dalam menghadapi dampak dari insiden ini.
Saat ini, produksi smelter masih terhenti sepenuhnya, dan diperkirakan akan memakan waktu hingga 6 bulan untuk kembali beroperasi. Keputusan pemerintah mengenai izin ekspor konsentrat tembaga akan sangat menentukan arah industri tambang dan pemurnian tembaga di Indonesia.
Seiring dengan perkembangan investigasi ini, akan menarik untuk melihat bagaimana pemerintah, Freeport, dan pemangku kepentingan lainnya bekerja sama untuk mengatasi dampak kebakaran dan memastikan kelangsungan industri tambang nasional.