Sebut Waktu Pelarangan Truk Sumbu 3 Terlalu Panjang, Pengusaha: Sopir Bisa Enggak Makan
JAKARTA- Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) menilai bahwa waktu pelarangan truk sumbu 3 pada periode Lebaran 2025 terlalu lama. Oleh karena itu, pihaknya meminta agar Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait pelarangan tersebut segera direvisi.
“Kita tolak itu SKB-nya. Aturan itu kita tolak, kita nggak setuju karena terlalu panjang waktu pelarangannya,” ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Aptrindo, Gemilang Tarigan, dalam siaran pers yang dikutip pada Kamis (13/3/2025).

Sebut Waktu Pelarangan Truk Sumbu 3 Terlalu Panjang, Pengusaha: Sopir Bisa Enggak Makan
Kementerian Perhubungan sempat mengeluarkan SKB yang melarang truk sumbu 3 beroperasi dari 24 Maret 2025 hingga 8 April 2025. Namun, setelah muncul revisi, larangan diperpendek menjadi 27 Maret 2025 hingga 7 April 2025.
Meskipun ada revisi, Aptrindo tetap merasa keberatan dengan durasi pelarangan tersebut. Menurut mereka, waktu yang terlalu panjang sangat merugikan para pelaku usaha angkutan barang, termasuk para sopir dan pekerja di sektor ini.
Dampak Ekonomi bagi Pengusaha dan Sopir
Menurut Gemilang, pelarangan ini berpotensi membuat ekonomi para pengemudi truk terganggu. Sopir yang menggantungkan pendapatan harian bisa kehilangan pemasukan dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup mereka.
“Ya, bisa lumpuh kita semua, sopir bisa enggak makan,” katanya.
Selain itu, pengusaha angkutan barang pun akan terdampak secara finansial. Mereka harus tetap membayar angsuran kendaraan, sementara pendapatan dari pengiriman barang berkurang drastis akibat larangan tersebut.
Ancaman Mogok Operasi Jika SKB Tidak Direvisi
Gemilang juga menegaskan bahwa jika larangan ini tidak diubah, pengusaha angkutan barang akan melakukan aksi mogok operasi pada 20 Maret 2025. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan dampak besar dari kebijakan tersebut kepada pemerintah.
“Sekalian, supaya pemerintah tahu apa dampaknya kalau semua kita mogok beroperasi saat itu. Sekalian hancur-hancuran lah,” ungkapnya.
Dampak Pelarangan terhadap Iklim Bisnis Angkutan Barang
Wakil Ketua Bidang Angkutan Distribusi dan Logistik Aptrindo DPD Jateng dan DIY, Agus Pratiknyo, juga menambahkan bahwa lamanya waktu pelarangan tersebut akan berdampak negatif pada dunia usaha angkutan barang.
Para anggota Aptrindo menyepakati agar pemerintah segera melakukan revisi terhadap SKB. Mereka mengusulkan agar pelarangan hanya dilakukan dari 27 Maret hingga 3 April 2025.
“Kami mengusulkan pelarangan itu hanya dari tanggal 27 Maret sampai 3 April saja sudah cukup. Itu menurut kami yang wajar. Kenapa? Kami juga mempertimbangkan para pekerja, pengemudi, buruh bongkar muat, di mana mereka sangat bergantung kepada pendapatan harian,” katanya.
Kekhawatiran Terkait Kredit Kendaraan
Selain berdampak pada pemasukan harian, pelarangan yang terlalu lama juga bisa memicu masalah keuangan bagi pemilik kendaraan yang masih memiliki angsuran kredit.
“Bisa terlambat bayarnya atau bahkan jadi macet bayarnya,” sebut Agus.
Karena itu, Aptrindo meminta pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan terkait pelarangan ini.
Tantangan Pembayaran THR bagi Pengusaha
Selain masalah kredit kendaraan, pengusaha angkutan barang juga menghadapi tantangan dalam membayar Tunjangan Hari Raya (THR) bagi karyawan mereka.
“Kami pengusaha angkutan barang ini kan juga butuh dana untuk membayar THR para karyawan. Tapi, kalau tidak beroperasi, dari mana kami mendapatkan uang untuk membayar mereka? Apa pemerintah mau menanggungnya?” ucapnya.
Hal ini menjadi salah satu alasan utama mengapa Aptrindo mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan pelarangan truk sumbu 3 selama Lebaran 2025.
Waktu Pelarangan yang Tidak Realistis
Agus juga menjelaskan bahwa dalam praktiknya, waktu larangan operasi truk sumbu 3 sebenarnya jauh lebih lama dari yang tercantum dalam SKB.
BACA JUGA:Cerita Pengungsi Banjir Dayeuhkolot, Kedinginan-Andalkan Mi Instan
Sebagai contoh, jika pelarangan dimulai pada 24 Maret 2025, maka operasional pengiriman barang harus dihentikan jauh sebelum tanggal tersebut, yakni sejak 18 atau 19 Maret 2025.
“Kalau dalam hitung-hitungannya kan lamanya sekitar 16 hari. Tapi, jangan salah, dalam pelaksanaan operasionalnya tidak bisa menghitungnya 16 hari, tapi lebih dari itu,” tuturnya.
Efek Berantai ke Sektor Lain
Lamanya waktu pelarangan ini juga berpotensi menyebabkan efek berantai pada berbagai sektor lain yang bergantung pada distribusi barang.
Salah satu dampak yang paling nyata adalah kemungkinan meningkatnya harga bahan kebutuhan pokok karena keterlambatan distribusi.
Dengan terhambatnya distribusi barang, stok barang di pasaran akan berkurang dan menyebabkan harga naik. Ini akan semakin memperburuk kondisi ekonomi, terutama bagi masyarakat kecil yang sangat bergantung pada harga bahan pokok yang stabil.
Usulan Solusi dari Aptrindo
Sebagai solusi, Aptrindo mengusulkan agar pemerintah melakukan revisi terhadap SKB dan memangkas durasi pelarangan truk sumbu 3.
Mereka mengusulkan agar pelarangan dilakukan hanya dari 27 Maret hingga 3 April 2025, sehingga dampaknya terhadap ekonomi tidak terlalu besar.
Selain itu, Aptrindo juga meminta pemerintah untuk mempertimbangkan mekanisme kompensasi bagi para pengusaha dan pekerja yang terdampak larangan ini. Bentuk kompensasi bisa berupa bantuan subsidi atau insentif bagi pelaku usaha angkutan barang.
Harapan kepada Pemerintah
Aptrindo berharap agar pemerintah lebih memperhatikan dampak ekonomi sebelum mengeluarkan kebijakan seperti ini.
“Kami berharap ada diskusi lebih lanjut antara pemerintah dan para pelaku usaha sebelum kebijakan ini benar-benar diterapkan. Jangan sampai kebijakan ini malah merugikan banyak pihak,” kata Gemilang.
Dengan adanya dialog yang lebih terbuka antara pemerintah dan pelaku usaha, diharapkan dapat tercapai solusi yang adil dan menguntungkan semua pihak.