Ratusan Honorer Murung Raya Dipecat, Bupati: Kami Masih Mencari Solusi

Murung Raya, Kalimantan Tengah – Gelombang pemecatan terhadap ratusan tenaga honorer di Kabupaten Murung Raya mengejutkan publik dan memicu berbagai reaksi, baik dari para pekerja yang terdampak maupun dari kalangan masyarakat luas. Keputusan tersebut diambil menyusul kebijakan penyesuaian anggaran dan reformasi birokrasi yang diberlakukan oleh pemerintah pusat dan daerah.

Menurut data yang dihimpun, lebih dari 300 tenaga honorer yang tersebar di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Murung Raya diberhentikan secara resmi sejak awal bulan ini. Mereka terdiri dari pegawai di sektor pendidikan, kesehatan, administrasi perkantoran, hingga tenaga kebersihan.

Ratusan Honorer Murung Raya Dipecat, Bupati: Kami Masih Mencari Solusi
Ratusan Honorer Murung Raya Dipecat, Bupati: Kami Masih Mencari Solusi

Bupati Murung Raya Angkat Bicara

Menanggapi situasi yang berkembang, Bupati Murung Raya, Perdie M. Yoseph, menyampaikan pernyataan resmi kepada awak media.

Dalam keterangannya, ia menegaskan bahwa keputusan pemberhentian tersebut bukanlah bentuk ketidakpedulian terhadap nasib

tenaga honorer, melainkan langkah sulit yang harus diambil demi keberlangsungan pemerintahan dan efisiensi anggaran.

“Kami memahami betapa beratnya keputusan ini, namun kami juga dihadapkan pada realitas fiskal dan instruksi dari

pemerintah pusat terkait penyederhanaan tenaga kerja non-ASN. Saat ini kami masih mencari solusi agar para tenaga

honorer yang terdampak bisa mendapatkan kejelasan dan mungkin opsi pekerjaan lain,” ujar Bupati Perdie.

Alasan Pemecatan: Efisiensi dan Penataan ASN

Pemerintah Kabupaten Murung Raya menjelaskan bahwa kebijakan ini sejalan dengan surat edaran dari Kementerian Pendayagunaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) mengenai penataan tenaga honorer. Pemerintah daerah diberi batas waktu hingga akhir 2024 untuk menyelesaikan permasalahan status honorer dan menyelaraskan jumlah pegawai dengan kebutuhan serta kemampuan anggaran daerah.

Baca juga:Perang Tarif AS-China Memanas, Harga Emas Dunia Menguat 3%

Pemangkasan tenaga honorer juga disebut sebagai upaya menertibkan data pegawai dan menghindari pemborosan belanja pegawai yang selama ini menyedot anggaran APBD secara signifikan.

Reaksi dari Para Honorer yang Terdampak

Bagi para tenaga honorer yang terkena dampak, keputusan tersebut dirasa sangat mengecewakan.

Banyak dari mereka telah mengabdi selama lebih dari 5 hingga 10 tahun dengan gaji yang terbatas dan status kerja yang tidak menentu.

“Saya sudah bekerja hampir 8 tahun sebagai tenaga administrasi di salah satu dinas. Tiba-tiba kami diberitahu kalau kontrak tidak diperpanjang. Tidak ada pesangon, tidak ada bantuan apapun. Kami sangat terpukul,” kata Rita, salah satu honorer yang diberhentikan.

Tidak sedikit dari mereka kini kebingungan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, terutama yang selama ini menggantungkan hidup sepenuhnya pada penghasilan sebagai tenaga honorer.

DPRD Minta Evaluasi dan Pendampingan

Melihat gejolak di masyarakat, sejumlah anggota DPRD Murung Raya mendesak pemerintah daerah untuk melakukan evaluasi terhadap proses pemecatan dan memberikan pendampingan bagi para honorer yang terdampak. Ketua Komisi I DPRD Murung Raya menyarankan adanya program transisi atau pelatihan kerja bagi mereka yang diberhentikan.

“Kalau memang ada kebutuhan untuk merampingkan jumlah pegawai, tolong juga dipikirkan solusi jangka panjang untuk mereka. Pemerintah tidak bisa hanya memberhentikan lalu lepas tangan. Ini soal kemanusiaan,” tegasnya.

Solusi yang Tengah Dikaji Pemerintah

Pemerintah Kabupaten Murung Raya mengaku saat ini tengah merancang sejumlah skema solusi jangka pendek dan panjang. Beberapa di antaranya adalah:

  • Mendorong honorer yang memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).

  • Menjalin kerja sama dengan sektor swasta untuk penyerapan tenaga kerja lokal.

  • Membuka pelatihan dan pelatihan ulang (reskilling) berbasis kebutuhan pasar kerja.

  • Mencarikan dana hibah atau CSR perusahaan tambang setempat untuk mendukung program padat karya.

Namun hingga kini, belum ada kepastian waktu terkait kapan solusi tersebut bisa dijalankan dan diakses oleh para honorer yang terdampak.

Situasi Serupa Terjadi di Berbagai Daerah

Peristiwa pemutusan hubungan kerja terhadap tenaga honorer bukan hanya terjadi di Murung Raya.

Beberapa daerah lain seperti di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Timur juga tengah menghadapi tekanan serupa.

Ini terjadi sebagai buntut dari amanat reformasi birokrasi yang mewajibkan seluruh daerah menyelesaikan status kepegawaian non-ASN sebelum tahun 2025.

Pemerintah pusat juga menegaskan bahwa tidak akan ada lagi pengangkatan tenaga honorer baru setelah aturan tersebut diberlakukan.

Serikat Pekerja dan LSM Turut Bersikap

Beberapa serikat pekerja dan organisasi masyarakat sipil mulai menyuarakan kritik dan dorongan untuk pemerintah agar meninjau ulang kebijakan penghapusan tenaga honorer tanpa solusi yang memadai.

“Ini bukan hanya soal angka, ini soal manusia dan keluarganya.

Negara tidak bisa begitu saja menghapus status kerja ribuan orang tanpa skema perlindungan dan keadilan,” ungkap LSM Forum Pekerja Kalimantan Tengah dalam pernyataan resminya.

Harapan di Tengah Ketidakpastian

Di tengah ketidakpastian yang masih berlangsung, para honorer di Murung Raya berharap agar pemerintah benar-benar serius

mencari jalan keluar yang manusiawi dan berkeadilan. Sebagian di antaranya kini mulai mencoba mencari alternatif

pekerjaan, mulai dari menjadi ojek online, berdagang kecil-kecilan, hingga kembali ke kampung halaman untuk bertani.

Situasi ini memperlihatkan betapa pentingnya reformasi birokrasi yang tidak hanya berorientasi pada efisiensi, tapi juga mempertimbangkan aspek sosial dan kesejahteraan pekerja.

By Admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *