Asosiasi Keberatan Pembatasan Operasional Angkutan Barang saat Lebaran 2025

Asosiasi Keberatan Pembatasan Operasional Angkutan Barang saat Lebaran 2025

Asosiasi Keberatan Pembatasan Operasional Angkutan Barang saat Lebaran 2025

Asosiasi Pengusaha Angkutan Barang (Aptrindo) menyatakan keberatan terhadap kebijakan pembatasan

operasional angkutan barang yang mulai berlaku pada 24 Maret 2025 pukul 00.00 hingga 8 April 2025 pukul 24.00.

Pembatasan ini mencakup larangan operasional di jalan tol dan non-tol, yang menurut Aptrindo terlalu lama dan berdampak negatif bagi dunia usaha.

Asosiasi Keberatan Pembatasan Operasional Angkutan Barang saat Lebaran 2025
Asosiasi Keberatan Pembatasan Operasional Angkutan Barang saat Lebaran 2025

Keputusan pembatasan operasional angkutan barang ini jelas tidak mempertimbangkan masukan kami para pelaku usaha angkutan barang mengenai dampak lamanya pembatasan operasional angkutan barang,” tulis Aptrindo dalam keterangan resminya, Rabu (12/3/2025).

Dampak Besar bagi Industri Logistik dan Ekonomi Nasional

Aptrindo menegaskan bahwa kebijakan ini tidak hanya berdampak pada pemilik kendaraan, tetapi juga terhadap berbagai pihak yang terlibat dalam industri logistik, seperti:

  • Pengemudi dan tenaga buruh bongkar muat
  • Pabrikan dan perusahaan pergudangan
  • Pelaku ekspor-impor dan perkapalan
  • Investor dan industri yang bergantung pada pengiriman barang

Menurut Aptrindo, kebijakan ini berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi nasional yang

ditargetkan mencapai 8%. Pembatasan ini dapat menghambat pengiriman bahan baku industri, mengganggu

kegiatan ekspor-impor, dan bahkan menyebabkan pembatalan kontrak dengan pihak luar negeri, yang berakibat pada kegagalan masuknya devisa ke dalam negeri.

Enam Dampak Negatif Pembatasan Operasional Angkutan Barang

  1. Penumpukan Barang di Pelabuhan
    Kapal dari luar negeri terus datang membawa barang, yang berpotensi menyebabkan kondisi kongesti/stagnasi di pelabuhan. Hal ini juga membebani importir dengan biaya penumpukan pelabuhan dan denda demurrage container dari pelayaran asing.
  2. Kesulitan Eksportir dalam Memenuhi Perjanjian Dagang
    Pembatasan operasional ini akan menghambat pengiriman barang ekspor, yang dapat menyebabkan kegagalan memenuhi kontrak dagang dengan mitra bisnis di luar negeri.
  3. Hilangnya Penghasilan bagi Pengemudi
    Selama larangan beroperasi, pengemudi angkutan barang kehilangan penghasilan, yang dapat menimbulkan keresahan sosial.
  4. Kapal Pulang Tanpa Muatan
    Kapal-kapal yang datang dari luar negeri tidak dapat mengangkut barang ekspor, sehingga banyak kapal yang pulang kosong, menyebabkan kerugian besar bagi sektor perkapalan.
  5. Menurunnya Citra Indonesia dalam Perdagangan Internasional
    Kebijakan ini dinilai mempersulit proses ekspor-impor, sehingga investor asing dapat beralih ke negara lain yang memiliki kebijakan lebih fleksibel.
  6. Meningkatnya Biaya Produksi dan Risiko Stop Produksi
    Karena peraturan yang dibuat dalam waktu dekat dengan implementasi, banyak pihak yang tidak siap sehingga dapat menyebabkan kepanikan, lonjakan biaya produksi, keterlambatan pengiriman, bahkan penghentian produksi.

Aptrindo Meminta Presiden Prabowo Mengevaluasi Kebijakan Ini

Aptrindo mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk lebih peka terhadap kondisi ekonomi dan industri di Indonesia.

Menurut mereka, banyak perusahaan saat ini mengalami kesulitan bertahan, bahkan mengalami

kebangkrutan dan PHK massal. Kebijakan ini hanya akan memperburuk kondisi industri nasional.

Selain itu, asosiasi menilai bahwa regulasi yang dibuat seharusnya mendukung pertumbuhan usaha,

bukan justru menghambatnya. Mereka menegaskan bahwa pembatasan operasional angkutan barang

demi kelancaran arus mudik dan balik Lebaran 2025 seharusnya tidak mengorbankan sektor logistik.

Kritik terhadap Kebijakan Pembatasan Angkutan Barang

Aptrindo juga mengkritik bahwa dalam lima tahun terakhir, pembatasan operasional angkutan barang

selalu dilakukan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap pengusaha dan pekerja logistik. Mereka menyoroti bahwa kebijakan ini tidak hanya berdampak pada pemilik usaha, tetapi juga pada buruh bongkar muat yang sangat bergantung pada penghasilan harian dari aktivitas logistik.

BACA JUGA:Kabar Minyakita Dikemas Ulang, Bos Bapanas Bilang Begini

Jika kondisi ini terus dibiarkan, Aptrindo memperingatkan bahwa hal ini dapat memicu gejolak sosial, terutama bagi kelompok pekerja yang terdampak langsung akibat hilangnya mata pencaharian selama pembatasan berlangsung.

Usulan Aptrindo: Durasi Pembatasan Perlu Dikurangi

Sebagai solusi, Aptrindo mengajukan usulan agar durasi larangan operasional angkutan barang dikurangi.

Mereka meminta agar periode larangan yang semula berlaku dari 24 Maret hingga 8 April 2025 diubah menjadi 27 Maret hingga 3 April 2025.

“Kami meminta durasi kebijakan pelarangan operasional kendaraan angkutan barang dirubah menjadi

mulai 27 Maret 2025 sampai dengan 3 April 2025,” demikian pernyataan Aptrindo.

Jika usulan ini tidak diakomodasi oleh pemerintah, Aptrindo mengancam bahwa seluruh pengusaha

angkutan barang di Indonesia akan berhenti beroperasi mulai 20 Maret 2025. Tindakan ini dapat berdampak serius terhadap kelancaran distribusi barang di seluruh Indonesia, yang berpotensi memicu gangguan pasokan dan kenaikan harga barang kebutuhan pokok.

Kesimpulan

Keputusan pemerintah untuk membatasi operasional angkutan barang selama 16 hari pada masa mudik dan balik

Lebaran 2025 mendapat penolakan keras dari Asosiasi Pengusaha Angkutan Barang (Aptrindo).

Menurut mereka, kebijakan ini berdampak negatif pada berbagai aspek ekonomi, termasuk sektor logistik, ekspor-impor, industri manufaktur, serta kesejahteraan pekerja.

Aptrindo meminta Presiden Prabowo Subianto dan pemangku kebijakan lainnya untuk mengurangi

durasi pembatasan operasional angkutan barang, serta mempertimbangkan masukan dari pelaku industri sebelum membuat regulasi yang berdampak luas.

Jika tuntutan mereka tidak direspons, Aptrindo mengancam akan menghentikan operasional

angkutan barang di seluruh Indonesia mulai 20 Maret 2025, yang dapat berpotensi mengganggu

rantai pasokan nasional dan meningkatkan harga barang kebutuhan pokok.

By Admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *