Keluhan Ribuan Pengemudi Truk Penolak Zero ODOL: Upah Murah, Tak Dapat THR, Pungli, hingga Premanisme
Ribuan pengemudi truk dari berbagai daerah di Indonesia menyuarakan penolakan terhadap kebijakan
Zero ODOL (Over Dimension Over Loading) yang akan diberlakukan penuh oleh pemerintah.
Penolakan ini bukan hanya soal teknis kendaraan, tapi juga mencerminkan jeritan hati para sopir yang telah lama
bergulat dengan kondisi kerja yang berat, namun tak kunjung mendapat perhatian layak.
Dalam berbagai unjuk rasa dan pernyataan terbuka, para sopir truk mengeluhkan banyak persoalan mendasar yang mereka hadapi selama bertahun-tahun.
Mulai dari upah yang minim, tidak menerima THR, hingga maraknya pungutan liar (pungli) dan praktik premanisme di jalan yang menambah beban kerja dan psikologis mereka.

Apa Itu Kebijakan Zero ODOL?
Zero ODOL adalah kebijakan pemerintah melalui Kementerian Perhubungan yang bertujuan untuk melarang kendaraan
angkutan barang dengan muatan melebihi kapasitas atau dimensi Tujuannya adalah menjaga
keselamatan lalu lintas dan menekan kerusakan infrastruktur jalan akibat truk bermuatan berlebih.
Meski secara teori kebijakan ini baik untuk jangka panjang, banyak pengemudi
truk merasa bahwa pelaksanaannya belum adil, karena menyasar sopir kecil tanpa memberi solusi menyeluruh bagi industri logistik yang terlibat dalam rantai pasok.
Keluhan Pengemudi: “Kami Diperas dari Semua Arah”
Dalam berbagai pernyataan media dan orasi lapangan, para pengemudi menyampaikan bahwa beban kerja mereka sangat berat.
Mereka membawa muatan hingga berhari-hari antar kota, tidur di dalam truk, dan sering kali tidak memiliki jaminan kesehatan maupun asuransi kerja.
Salah satu keluhan paling menonjol adalah rendahnya upah. Banyak sopir mengaku hanya mendapat
bayaran harian atau per ritase, yang jumlahnya tidak sebanding dengan jam kerja panjang dan risiko di jalan.
“Kami ini kerja siang malam, bawa muatan jauh, tapi upahnya nggak cukup untuk hidup layak,” kata Suyatno, seorang sopir dari Subang.
Tak Dapat THR dan Perlindungan Sosial
Menjelang Lebaran, isu tidak diberikannya Tunjangan Hari Raya (THR) oleh perusahaan juga mencuat.
Banyak sopir truk tidak diakui sebagai karyawan tetap, melainkan hanya mitra atau pekerja lepas.
Hal ini membuat mereka tidak mendapatkan hak-hak normatif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Selain itu, sebagian besar pengemudi truk tidak terdaftar dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
Jika terjadi kecelakaan di jalan, biaya pengobatan dan pemulihan ditanggung sendiri, bahkan
sering kali harus menanggung ganti rugi ke perusahaan atas kerusakan kendaraan atau barang.
Pungli dan Premanisme di Jalur Logistik
Tak kalah mengkhawatirkan adalah maraknya pungli dan aksi premanisme di jalan, terutama di jalur pelabuhan dan kawasan industri.
Para sopir mengaku sering dipalak oleh oknum yang mengaku sebagai “pengatur lalu lintas” atau “pengaman wilayah”.
Praktik ini tidak hanya merugikan secara ekonomi, tapi juga menciptakan rasa takut dan ketidaknyamanan saat bekerja.
“Kami ini kerja halal, tapi dipalak terus. Kadang ancaman pakai senjata tajam, kalau nggak bayar barang nggak boleh lewat,” ungkap Wahyu, sopir rute Jakarta-Semarang.
Tuntutan Pengemudi kepada Pemerintah
Dalam aksi mereka, para pengemudi truk membawa sejumlah tuntutan konkret:
-
Penundaan penerapan Zero ODOL sampai ada solusi menyeluruh untuk seluruh rantai pasok.
-
Jaminan perlindungan kerja, termasuk BPJS Ketenagakerjaan dan asuransi kecelakaan.
-
Standarisasi upah sopir truk secara nasional.
-
Tindakan tegas terhadap pungli dan premanisme di jalur logistik.
-
Kewajiban perusahaan logistik untuk memberikan THR kepada pengemudi.
Penutup: Perlu Dialog, Bukan Represi
Keluhan ribuan pengemudi truk ini tidak bisa dianggap sebagai sekadar reaksi emosional atas regulasi baru.
Di balik penolakan Zero ODOL, terdapat realitas ketimpangan dan ketidakadilan yang telah lama terjadi di sektor transportasi logistik.
Pemerintah diharapkan tidak hanya fokus pada kebijakan teknis, tetapi juga mendengarkan
suara sopir yang menjadi tulang punggung distribusi barang di negeri ini.
Dialog dan solusi menyeluruh adalah kunci menuju reformasi sektor logistik yang adil bagi semua pihak.
Baca juga: Perang Israel Menggila Nuklir Iran Bikin Satu Dunia Ketakutan