Purbaya Semprot Bank Ngaku Cuma Bisa Serap Rp 7 T dari Rp 200 T: Enak Aja!

Menteri Keuangan Purbaya memberikan kritik tajam kepada sejumlah bank yang dinilai hanya mampu menyerap dana Rp 7 triliun dari total Rp 200 triliun yang disiapkan pemerintah. Ia menyebut kondisi ini sebagai hal yang tidak sebanding dengan kapasitas perbankan nasional. Kritik ini muncul dalam rapat evaluasi terkait penyaluran dana pemerintah untuk memperkuat sektor riil dan menjaga stabilitas perekonomian.

Purbaya Semprot Bank Ngaku Cuma Bisa Serap Rp 7 T dari Rp 200 T: Enak Aja!

Dalam upaya mempercepat pemulihan ekonomi nasional, pemerintah menempatkan dana hingga Rp 200 triliun di perbankan. Tujuan utama program ini adalah mendorong bank untuk memperluas penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif, khususnya UMKM dan industri yang terdampak krisis.

Namun, realisasinya jauh dari harapan. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar Rp 7 triliun yang berhasil terserap oleh bank. Angka ini dinilai sangat kecil dan tidak mencerminkan kapasitas perbankan Indonesia yang memiliki likuiditas besar.

Purbaya Tuntut Komitmen Lebih dari Bank

Purbaya menegaskan bahwa bank seharusnya tidak hanya bertindak sebagai penyalur dana pemerintah, melainkan juga ikut aktif dalam memperkuat pembiayaan ekonomi nasional. Menurutnya, alasan klasik mengenai risiko kredit tidak bisa dijadikan pembenaran atas rendahnya serapan dana.

Ia bahkan menyoroti sikap bank yang dinilai “main aman” dengan lebih memilih menaruh dana di instrumen yang minim risiko, alih-alih menyalurkannya ke sektor riil. “Kalau cuma bisa Rp 7 triliun dari Rp 200 triliun, enak saja. Harusnya lebih berani,” ujar Purbaya dalam kesempatan itu.

Dampak Rendahnya Penyaluran Kredit

Minimnya penyerapan dana oleh bank berdampak langsung pada perlambatan ekonomi. Sektor UMKM yang diharapkan menjadi tulang punggung pemulihan justru kesulitan mendapatkan akses pembiayaan. Akibatnya, roda ekonomi di lapangan berjalan lebih lambat dibandingkan target pemerintah.

Selain itu, rendahnya penyaluran kredit juga menciptakan kesenjangan antara likuiditas bank yang melimpah dengan kebutuhan modal kerja masyarakat. Jika kondisi ini berlanjut, maka tujuan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bisa terganggu.

Bank Alasan Risiko Tinggi

Di sisi lain, beberapa bank beralasan bahwa penyaluran kredit dalam jumlah besar tidak bisa dilakukan secara terburu-buru. Risiko kredit macet masih menjadi pertimbangan utama, terutama di sektor UMKM yang dinilai rentan.

Namun, alasan ini dibantah oleh Purbaya. Ia menekankan bahwa pemerintah sudah menyiapkan berbagai skema penjaminan kredit untuk meminimalisasi risiko yang mungkin timbul. Dengan adanya jaminan tersebut, seharusnya bank lebih berani menyalurkan kredit.

Harapan Pemerintah ke Depan

Purbaya menegaskan pemerintah tidak akan tinggal diam melihat kondisi ini. Evaluasi berkala akan dilakukan untuk memastikan dana yang ditempatkan di bank benar-benar disalurkan ke sektor produktif. Jika bank masih enggan, tidak menutup kemungkinan pemerintah akan mencari alternatif lain dalam mendistribusikan dana.

Ia juga meminta perbankan untuk lebih proaktif dalam membangun strategi penyaluran kredit. Kolaborasi dengan pemerintah daerah, lembaga penjamin, hingga asosiasi pelaku usaha dinilai penting untuk memperluas jangkauan kredit.

Kesimpulan

Pernyataan tegas Purbaya menjadi peringatan keras bagi dunia perbankan. Pemerintah sudah menaruh kepercayaan besar dengan menyediakan dana Rp 200 triliun, namun realisasinya baru Rp 7 triliun. Jika bank tidak segera berbenah dan menunjukkan komitmen lebih tinggi, maka upaya pemulihan ekonomi bisa terhambat.

Baca juga:Diisukan jadi Calon Kapolri, Komjen Suyudi: Isu itu Tidak Benar

By Admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *